Material oksida merupakan senyawa oksida-logam dengan karakter strukturnya berikatan kovalen. Banyak ragam dari material oksida semisal, TiO2, ZrO2, ZnO, SnO2 dan lain-lain. Dikarenakan berstruktur kovalen, material oksida disebut dengan keramik (ceramics). Dalam bentuk thin filmnya (lapis tipisnya), material oksida ini transparent terhadap cahaya dikarenakan band gapnya yang moderate. Khusus untuk ZnO dan SnO, memiliki sifat konduktif (lebih tepatnya semikonduktif) sehingga diaplikasikan untuk transparent conducting oxide (TCO) pada layar LCD, LED, electrochromic windows (jendela yang bisa mengatur dirinya menjadi transparans-gelap) hingga lapisan pertama pada sel surya lapis tipis (thin film solar cell).ZnO, merupakan salah satu material oksida yang paling mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan jumlahnya melimpah, murah dan tidak berbahaya. ZnO dapat di pakai sebagai TCO, piezoelectric transducer (pengubah gaya tekanan menjadi arus listrik dan vice versa) serta gas sensor.
Kemampuan material oksida (dan ZnO) sebagai sensor gas, memerlukan perhatian khusus pada structural property (karakteristik struktur) yang dapat dianalisa melalui SEM/Scanning Electron Microscope. Biasanya, struktur material oksida yang dibutuhkan ialah yang kristalin. Kristalin dalam hal ini sama artinya dengan kristalin sebagaimana pada logam. Strukturnya berulang dalam periode terntentu dan dalam tiga dimensi. Utk mengetahu kualitas kristal material, kita dapat menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD).
Melalui pengamatan SEM, kristal dapat dilihat sebagai kumpulan butiran (grains). Grain ini bisa besar bisa kecil ukurannya. Kristalinitas material oksida bisa tinggi apabila grainnya besar, begitu pula sebaliknya. Grain ini dalam pertumbuhannya “terhenti” oleh pertumbuhan grain yang lain. Batas antara butir dalam dunia material ini disebut dengan batas butir/grain boundary. Batas butir terjadi karena adanya pertumbuhan butir kristal.
Apabila butir kristal tumbuh kemudian bertemu dengan butiran kristal lain yang berbeda orientasi kristalnya maka terjadilah batas butir. Pada gas sensor material, batas butir inilah yang mengambil peranan. Chemisorbed oksigen terjadi pada batas butir ini dikarenakan surface energy (energi permukaan) pada batas butir yang lebih tinggi dari butir/kristal. Oksigen lebih mudah terdifusi dan terabsorb ke daerah batas butir.
Selain itu ada satu sisi lain yang sama pentingnya pada gas sensor. Yaitu charge neutrality dari material keramik/yang berikatan kovalen. Dikarenakan keramik ialah material yang berikatan kovalen dan/atau ionic dan ikatan kovalen dan ionik itu sendiri merupakan ikatan yang melibatkan kation (ion bermuatan positip) dan anion (ion bermuatan negatip), maka kestabilan material keramik ditentukan oleh kenetralan muatan (charge neutrality).
Kestabilan muatan ditandai dengan stoikiometri material. Jadi misalnya material ZnO memiliki rasio Zn dengan O 1 : 1,pada SnO2 ialah Sn : O = 1:2 dst. Secara kuantitatif, hal ini bisa diukur dengan menghitung jumlah persen atom berat masing2 unsur.
Namun, tidak ada material yang sempurna, sehingga selalu ada deviasi dari nilai stoukiometri tsb. Untungnya, justru ini ialah hal yang menguntungkan. Deviasi stoikiometri bisa terjadi sebagai berikut; ada salah satu unsur yang berlebih dan/atau berkurang. Sebutlah lagi misalnya ZnO, ZnO yang ideal memiliki perbanidngan stoikiometri 1:1 atau 50% berat atom Zn dan 50% berat atom O. Kenyataan dilapangan, terjadi kelebihan Zn (Zn excess), kekeurangan Zn (Zn deficiency), kekurangan oksigen (oxygen deficiency) atau kelebihan oksigen (oxygen excess).
Kelebihan unsur bisa terjadi selama pemrosesan material, begitu pun kekurangan unsur. Dalam kasus ZnO, kelebihan Zn (atau O) terjadi krn ada unsur tambahan Zn (atau O) yang ‘nyelip’ (ber-interstice) di struktur kristal ZnO, dan kekurangan Zn (atau O) terjadi ketika ada kekosongan (vacancy) Zn (atau O) dari posisi semula di kristal ZnO.
Dikarenakan material keramik itu harus netral (prinsip charge neutrality), maka kelebihan (dan kekurangan) ini harus dikompensasikan. Kompensasinya berupa munculnya electron bebas atau hole. (Untuk lebih detailnya bisa pelajari Defect Chemistry pada keramik).
Nah, electron dan hole jelas merupakan factor utama penyebab konduktifitas sebuah material, begitu pula pada material oksida.
Berkaitan dengan konduktifitas, ada kalanya mekanisme doping diperlukan. Doping ialah menambahkan sejumlah kecil material agar sifat konduktifitas material meningkat. Contoh, dengan menambahkan sejumlah kecil alumina (Al2O3) pada ZnO, maka unsur Al akan mensubsitusi Zn. Muatan Al yang +3 akan menggantikan unsur Zn yang bermuatan +2. Maka terjadi kelebihan muatan +1 pada material ZnO. Sehingga, agar tetap menjaga prinsip charge neutrality, maka material secara spontan akan memproduksi elektron yang bermuatan -1, dalam kondisi ini, charge neutrality terpenuhi. Praktisnya, aluminum yang bervalensi 3 menumbang satu electron bebas ketika menggantikan Zn yang bervalensi 2.
Lalu bagaimana mekanisme sensor gas?
Dalam lingkungan yang memiliki kadar oksigen, spesies oksigen lingkungan berdifusi ke material oksida. Oksigen terdifusi ke permukaan batas butir. Jadi semakin banyak batas butirnya, maka semakin besar probabilitas oksigen terdifusi dan terikat di dalam material oksida. Artinya, di dalam gas sensor, kita membutuhkan butiran kristal yang kecil-kecil.
Terdifusinya oksigen ke dalam material oksida dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi kadar oksigen. Dalam termodinamika, chemical potential akibat perbedaan konsentrasi oksigen di lingkungan dengan oksigen di dalam material oksida-lah yang mendorong oksigen berdifusi ke material oksida.
Oksigen terdifusi ini masuk ke dalam ZnO mengisi kekosongan oksigen (oxygen vacancy) yang sebelumnya sudah ada. Dalam kasus ZrO2 misalnya, sering di doping dengan Ca (kalsium) demi terjadinya kekosongan oksigen. Kerna difusi oksigen ke dalam ZrO2 dapat terjadi manakala ada kekosongan oksigen pada ZrO2 dan semakin banyak kekosongan oksigen pada ZrO2, maka semakin mudah pula oksigen terdifusi ke dalam ZrO2.
Biasanya, gas sensor memiliki reference gas yang di atur pada kandungan oksigen yang tetap setimbang dengan sensor.
boleh minta dikirim artikel lengkap tentang hasil penelitian ini?
trimakasih sebelumnya
saya membutuhkan informasi ini untuk melengkapi tugas kuliah saya dan semoga dapat bermanfaat untuk prospek pengembangannya
sekali lagi saya mohon
trimakasih perhatianya.
saya tertarik dengan artikel ini bisa dikirim informasi lebih lanjut?
trimakasih
Salam Mba Ika.
Terima kasih sekali atas kunjungannya.
InsyaALlah saya akan coba carikan artkel terkait ttg penelitian ini.
Mgkn bisa diberitahu alamat email Mba Ika jika saya dapatkan bahan yg dimaksud dan hendak mengirimkannya..
FYI, material untuk gas sensor itu cukup banyak salah satunya yg paling terkenal ialah SnO2. Mgkn saya coba bantu carikan. Mudah2an selama saya mencarikannya masih dalam masa tenggat tugas kuliah di sana …:-)
Salam
dimana artikel sensor gasnya
saya sangat ingin tau lebih jauh tentang penelitian material oksida sebagai gas sensor, sehingga saya ingin sekali mendapatkan informasi yang lebih lanjut. bagi siapa yang mengetahui atau punya artikel tentang ini saya mohon bantuannya untuk mengirim ke: saeque@gmail.com
artikel yang menarik..,
saya pernah mendengar bahwa ZrO2 bisa digunakan untuk im plant tubuh.., itu bener ga yah..,??
trus bisa ga ZrO2 dibuat untuk amalgam gigi palsu..,?
kalo ada info.., tolong dimuat yah..,
Pak saya mohon minta artikelnya saya sedang membuat sensor gas dari alumina
untuk dekomposisinya bisa ZnS, Ti2O3..
Tetapi saya masih belum mengerti mohon bantunnya.
Trimakasih.
sy minta kirimkan artikelsensor gasnya tolong yah karena saya butuh untuk tugas akhir
bukankah senyawa oksida dari logam-oksigen pada umumnya berikatan ionik? seperti TiO2, ZrO2, ZnO ? sementara kalau dari semi logam-oksigen seperti SiO2 juga non logam-oksigen seperti CO2 berikatan kovalen.
Salam Mba Ummi…:-)
Makasi lho kunjungannya.
Jadi begini,
Pada umumnya, ikatan ionik itu ialah ikatan antara logam (kation) dengan non logam (anion) . Bisa Golongan !A atau IIA dengan Golongan VIB dan VIIB. Contohnya itu NaCl. Definisi umum ttg ikatan kovalen ialah adanya penggunaan bersama elektron untuk membentuk sebuah ikatan. Ikatan kovalen jg ada pada logam (kation) dan non logam (anion), misal yang Mba sebutkan, SiO2, CO2, dan saya tambahkan bbrp lagi spt SiC, SiN dsb.
Persoalannya menjadi rumit ketika kita ingin mendeskripsikan apakah sebuah molekul material itu ionik atau kovalen, krn ternyata, satu material semisal ZnO, TiO2 itu memiliki sifat sifat ikatan keduanya; yakni dari kation-anion dan sama sama menggunakan elektron satu sama lain untuk membentuk ikatan.
Dalam kasus ini, (dan bnyk kasus lain logam oksida), sbnrnya material oksida tsb memiliki kedua jenis ikatan tsb, baik ionik maupun kovalen. Disebut dengan ikatan campuran yang memiliki sekian porsi ikatan ionik dan sekian porsi ikatan kovalen.
Cara mengukur seberapa besar porsi ikatan ionik dan kovalennya dengan menggunakan besaran elektronegatifitas, yakni kemampuan atom untuk menarik elektron dari atom lawannya untuk membentuk ikatan. Semakin besar derajat elektronegatifitas ini maka semakin ionik material tsb. Sebaliknya, semakin rendah elektronegatifitas ini maka semakin kovalen material itu. Gitu ceritanya. Maaf, pengetahuan ini jamaknya diberikan pada S2, tp Mba Ummi beruntung bisa dapat bocorannya dari saya .. 🙂 Ada cara menghitungnya dan mengukurnya juga.
Kembali ke atas, CO2 itu kovalen krn elektronegatifitas CO2 itu rendah, sedangkan NaCl itu ionik krn elektronegatifitas NaCl itu sangat besar. Hal ini jg berlaku untuk logam oksida. Cara paling mudah menentukan apakah itu ionik atau kovalen ialah dari jarak antargolongan di tabel periodik. Semakin jauh karak golongan lemen2 dalam material maka semakin ionik dia. Contoh, NaCl itu ionik krn jarak Na (Golongan IA) sangat jauh dengan Cl (Golongan VIIB), sedangkan SiO2 itu kovalen krn jarak Si (Gol IVB) sangat dekat dengan O (Gol VIB).
Tapi untuk kasus logam oksida spt TiO2, ZnO2 dsb, melihat dari jarak golongan antara logam dengan non logam di tabel periodik tidak cukup memadai untuk menentukan apakah ia ionik atau kovalen. Jadi musti pakai pendekatan ikatan campuran.
OK, mudah2an membantu ya
Salam
Adhi
Maaf, saya mau bertanya, pertanyaan ini untuk tugas anak saya yang akan dikumpulkan besok.
1. Apa yang dimaksud dengan panel surya?
2.Sebutkan bahan penyusun panel surya?
3.Dimana biasanya panel surya diletakkan?
4.Mengapa lapisan tembaga pada panel surya dicat hitam?
5. Siapakah penemu dari panel surya.
Please tolong dijawab, kalau bisa sebelum jam 5 sore. Thank berat
Assalamu alaikum Wr. Wb
Buat mr. Rachmat Adi Wibowo, sukses selalu yah ! Semoga ilmu dan motivasinya membangun blog ini, dapat memberi manfaat buat orang banyak….
Salam KKEB
as.al mas Adhi…apakah kandungan dari cat hitam tdk mengganggu penerapan kalor radiasi surya?
salam,
Hallo Mr. Rachmat Adi Wibowo,
Dahsyat ya……….. mau share ilmunya…..,
Saya mau tanya, sementara ini saya sedang membuat research penelitian untuk S2 saya, namun saya belum mendapatkan ide yang original dalam bidang ini.
Sebelumnya saya baca cukup banyak hasil penelitian atau jurnal2 dalam bidang ini, sehingga membuat saya ragu untuk mendapatkan ide yang benar2 original.
Mohon saran dan masukan Mr. Rachmat Adi Wibowo.
Thank you very much.
Salam..mas mo tanya tungsten oksida itu seperti apa ?? waktu q searching gambarnya di google gak ada mas ?? terbuat dari material pa ja tungsten oksida tu mas ?? kalo dikira-kira ukurannya itu seperti apa ?? mohon informasinya terima kasih
Salam Mas Zamroni…
Tungsten oksida (WOx) dalam aplikasi sensor bentuknya tidak bisa spt bijih bijih minera lain. WOx bentuknya ialah spt lapisan sangat tipis di atas sebuah substrat (misal : kaca). Lapisan tipis Wox ini tebalnya cuma 1-5 mikometer yg dibuat dengan cara khusus. Jadi kalau mau search di google, ketiknya mgkn “tungsten oxide film”.
Tungsten oxida ya terbuat dari gabungan elemen W dan O.
Mudah2an membantu.
Salam
ADHI
hebat nih, mas Adhi. Gemar berbagi ilmu..
Mas, mau tanya, saya pingin bikin sensor kebocoran LPG. Kasihan dah bnyk korban rakyat kecil kena ledakan gas!
Lha, krn sy ga pny dasar ilmu kimia, sy mau yg instan aja:
apakah pd sel surya ada lapisan tipis SnO2? Kalo ada apa bs lngsung d jadikan sensor?
Tengkyu, mas Adhi..
Mas Tarjo, makasi.
Ya betul jg, kebocorannya sangat memprihatinkan krn berkaitan dengan masyarakat luas.
Sensor kebocoran LPG sbnrnya pasti dah ada, yakni dari baunya. Sensor nya ya hidung kita. Konon kabarnya bau dari LPG ini di”kuat”kan lagi agar kebocroan dapat terdeteksi sedini mgkn, meski ini ialah cara paling sederhana.
Sel surya itu bnyk jenisnya. namun jika mengarapkan adanya SnO2 pada sel surya untuk dijadikan sensor, itu salah kaprah sayangnya. Pertama SnO2 itu di dalam sel surya tertentu bertindak sbg lapisan semikonduktor tipe N yang vital bagi sel surya. Lantas, sensor dan sel surya itu bekerja dalam prinsip yang sangat berbeda secara fundamental.
Sensor pun berupa device, sebuah alat. Jadi dengan menggunakan SnO2 saja, itu masih belum bisa memberikan manfaat apa apa. betul bhw SnO2 ialah material untuk gas sensor, namun agar bisa berfungsi sbr gas sensor, perlu dijadikan sambungan dioda P-N dulu. Ini yang membuat gas sensor tidak sesederhana yang kita pikirkan.
OK, met berjuang.
mas mau tanya…apakah sel surya yang biasanya digunakan bisa diganti dengan bahan lain yang lebih murah dan bisa kita buat sendiri.??mungkin seperti bahan seng dan lain-lain.??terimakasih…tolong kirim jawaban dan alasan juga artikel lengkapnya ke email saya ya mas..
asep_28bisnisman@yahoo.com
sukron
wah, tulisannya menarik dan bagus sekali pak Adhi.
terimakasih… ini sangat membantu…
salam kenal bos..!!
Bisakah saya sharing arau mungkin py info mengenai ZnO dan SnO masalah kekurangan dan kelebihanx. Untuk melengkapi skripsi saya